Juan Martínez Montañés: Maestro Para Maestro

[adace-ad id="6771"]

 

Puluhan mahakarya trimatra Montañés digelar di Sevilla. Jafar Suryomenggolo menulis tentang pameran mutakhir karya patung maestro seni rupa dari Spanyol ini.  

 

Karya-karya pematung besar Spanyol, Juan Martínez Montañés (1568-1649), dipamerkan di kota Sevilla, Spanyol. Pameran berjudul “Montañés, maestro de maestros” ini menampilkan 44 patung dan relief kayu yang dihasilkan Montañés selama kurun waktu 1597–1638.

Menariknya, pameran ini juga menyertakan 14 karya oleh 6 seniman lain sebagai pengantar dan pembanding karya-karya Montañés. Ini penting bagi pengunjung untuk mengerti konteks and keunggulan karya-karya Montañés pada zamannya.

Pameran ini berlangsung di Museo de Bellas Artes de Sevilla (Museum Seni Rupa Kota Sevilla), Sevilla, Spanyol, sejak 30 November 2019 hingga 15 Maret 2020.

Pematung Khas Andalusia

Montañés dilahirkan pada 16 Maret 1568 di Alcalá la Real, sebuah kota kecil di provinsi Jaén, dekat dengan kota Granada. Pada 1580, saat berusia 12 tahun, ia pindah ke Granada dan mulai magang pada Pablo de Rojas (1549-1611), seniman ternama di Granada.

Saat berusia 19 tahun, ia pindah ke Sevilla dan menikah dengan Ana de Villegas. Mereka membina keluarga hingga memiliki enam orang anak.

Di Sevilla, ia bekerja sama dengan berbagai seniman dan pematung. Setahun kemudian, pada 1588, ia lulus ujian seni dan dinyatakan boleh bekerja mandiri di bidang seni.

Baca Juga  Dampak Corona, Gebrakan Seni Rupa di Pesta Kesenian Bali Tertunda

Pada 1613, Ana meninggal dunia. Setahun kemudian, pada 1614, Montañés menikah dengan Catalina de Salcedo y Sandoval, putri Diego de Salcedo, seorang pelukis, cucu Miguel de Adán, pematung dari Madrid. Mereka dikarunia tujuh orang anak.

Montañés meninggal dunia pada 18 Juni 1649. Ia dikuburkan di gereja La Magdalena, di Sevilla.

Selama masa hidupnya, Montañés dikenal sebagai “Lisipo andaluz” (Lisipo dari Andalusia). Lisipo (Lysippe/Lisipos) adalah pematung utama Yunani Klasik yang hidup pada abad ke-4 SM. Jelas, ini adalah suatu pujian atas karya-karyanya yang dianggap sejajar dengan patung Yunani Klasik yang umumnya terbuat dari perunggu dan pualam.

Dari beragam karyanya, Montañés kerap menggunakan medium kayu sehingga ia dikenal juga sebagai “dios de la madera” (tuhan kayu).

Montañés, lukisan oleh Fransisco Varella (1580/1585-1645), sekitar 1616. (Sumber: Wikicommons)

Altar Biara di Museum

Pameran “Montañés, maestro de maestros” terdiri dari dua bagian.

Bagian pertama menampilkan karya-karya Montañés berupa altar-altar gereja yang tersebar di sekitar kota Sevilla. Sebagai pematung, Montañés ditunjuk oleh beberapa gereja Katolik untuk menghias altar gereja. Menunjuk seorang seniman untuk menghias gereja adalah suatu hal yang lazim pada abad ke-15-17 di Andalusia.

Baca Juga  Musim Semi Seni Rupa Bali

Dalam pameran ini, ditampilkan altar dari tiga gereja, yakni Monasterio de San Isidoro del Campo (Biara Santo Isidoro del Campo), Convento San Leandro (Biara Santo Leander; Santo Leander adalah patron kota Sevilla), dan Convento de Santa Clara (Biara Santa Klara). Altar-altar ini ditampilkan utuh apa adanya, di tiga ruangan yang saling berhubungan. Ruang pameran seakan-akan menjelma menjadi sebuah gereja di dalam museum!

Altar biara Santo Isidoro del Campo dikerjakannya selama kurun 1609-1613. Altar biara Santo Leander dikerjakannya selama kurun 1620-1622. Altar biara Santa Klara dikerjakannya selama kurun 1623-1625.

Altar biara Santo Isidoro del Campo (sumber: Wikicommons).

Patung Keagamaan yang Riil

Bagian kedua menampilkan karya-karya Montañés berupa patung-patung keagamaan. Di sini terdapat karya perdana Montañés, yang dikerjakannya pada sekitar 1597-1598. Inilah patung kayu “San Cristóbal y el Niño” (Santo Kristoforus dan Yesus Kanak-Kanak). Tinggi patung ini sekitar 2,2 meter (ukuran kolosal!).

Penting diketahui bahwa “Niño” (Yesus Kanak-Kanak) adalah citra yang khas dalam gereja Katolik Spanyol, terutama di Andalusia. Lewat karyanya ini, Montañés menampilkan dinamisme antara dua tokoh. Kedua tokoh tampil hidup.

Terlebih, dengan menempatkan Yesus Kanak-Kanak di pundak Santo Kristoforus, Montañés seakan-akan menggambarkan hubungan riil antara seorang ayah dengan anaknya seperti layaknya kenyataan sehari-hari (sebagai info, Santo Kristoforus bukanlah ayah Yesus).

Baca Juga  Bhaskara Budaya, Aksi Konkrit APHB dalam Pelestarian Budaya

Kesan riil ini punya arti simbolik bagi penganut Katolik, bahwa hubungan riil dengan Tuhan bukanlah mustahil. Bagi kita yang hidup pada abad ke-21, penggambaran ini menandakan bahwa Montañés menunjukkan keahliannya sebagai pematung dalam menafsirkan kepercayaan ajaran gereja di dalam karyanya.

Karya patung lainnya yang mengesankan adalah patung “Santo Dominggo penitente” (Santo Dominikus) yang dikerjakannya pada sekitar 1605-1609. Lewat patung ini, kita bisa melihat perkembangan teknik seni Montañés: ia semakin matang dalam mengekspresikan realisme. Tidak heran bila karya ini menjadi model bagi para seniman lain, bahkan hingga masa kini.

“Santo Dominggo penitente” (Santo Dominikus) (sumber: Wikicommons).

Pameran ini juga menampilkan tiga patung “Cristo de los Càlices” (Yesus di Kayu Salib) yang dikerjakannya selama kurun waktu yang berbeda: 1603, 1617 dan 1621-1624.

Menariknya, patung bertahun 1603 menampilkan Yesus dengan 4 paku: 2 paku di masing-masing telapak tangan, dan 2 paku di masing-masing telapak kaki. Ini berbeda dengan penggambaran umum tentang Yesus yang disalib dengan 3 paku.

“Cristo de los Càlices” (Yesus di Kayu Salib), dengan 2 paku di masing-masing telapak kaki (sumber: Wikicommons).

Pameran ini membuktikan bahwa karya-karya Montañés, yang dihasilkannya sekitar 400 tahun silam, tetap punya arti penting pada masa kini. Karya-karyanya tetap dihargai, dan menjadi sumber inspirasi bagi para seniman muda, terutama di kota Sevilla.

 

JAFAR SURYOMENGGOLO, tinggal di Paris, Prancis


Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *