Metamorfosis berarti “perubahan bentuk atau susunan; peralihan bentuk”. Perubahan dari ulat menjadi kupu-kupu merupakan contoh metamorfosis yang populer.
Metamorfosis bukan hanya fenomena alam. Metamorfosis juga terjadi di dunia kreatif. Bahkan dapat dikatakan, metamorfosis merupakan ciri dunia kreatif. Metamorfosis menandakan adanya pergerakan kreativitas. Metamorfosis di dunia kreatif menunjukkan kebutuhan dan upaya terus-menerus untuk melampaui yang lama dan menemukan kebaruan.
Sebagai bagian dari dunia kreatif, seni rupa terus berkembang karena digerakkan oleh prinsip metamorfosis. Dari waktu ke waktu, apa yang disebut “seni rupa” selalu bermetamorfosis. Dulu, “seni rupa” berarti lukisan, patung dan karya grafis. Namun gagasan tentang “seni rupa” terus berubah, tak jarang secara dramatis dan radikal. Kini “seni rupa” bisa mencakup apa saja: instalasi, objek, foto, video, bunyi, pertunjukan, peristiwa, tubuh, konsep, arsip, program komputer, keterlibatan, partisipasi, interaksi, intervensi dsb.
Hari ini seorang perupa bisa menciptakan karya seni rupa berwujud apa saja, bahkan karya yang tidak ada wujudnya. Seorang perupa bisa beralih dari media penciptaan yang satu ke media yang lain dengan nyaman dan leluasa. Pelukis bisa menjadi performer, pematung bisa memamerkan konsep, perupa foto bisa membikin instalasi multimedia. Karya seorang perupa bisa bermetamorfosis tanpa ada batasnya.
Berlangsung di Tonyraka Art Gallery & Lounge pada 8-31 Januari, pameran seni rupa Metamorphosis mengumandangkan kesadaran tentang seni rupa sebagai wilayah kreatif dinamis yang batas-batasnya selalu bergeser. Seni rupa dipahami sebagai ruang permainan dengan aturan main yang cair: suatu zona metamorfosis yang didefinisikan oleh energi perubahan dan peralihan.
Mengusung semangat perkembangan seni rupa kontemporer yang begitu dinamis, sepuluh perupa tampil dalam pameran Metamorphosis dengan karya-karya yang terlahir dari penjelajahan kreatif masing-masing. Dari Indonesia, ada Sjaiful Boen, Kun Tanubrata, Suherry Arno, Wiediantoro, Agung Sukindra, Chusin Setiadikara dan Mangu Putra. Tiga perupa mancanegara juga menampilkan karya, yaitu Jung Yongsung dan Yang Mikyeong dari Korea, serta Jiri Kudrna dari Swiss.
Sejumlah perupa menampilkan karya yang menunjukkan kecenderungan lintas-genre dalam seni rupa kontemporer. Sjaiful Boen dan Kun Tanubrata, misalnya, menghadirkan karya yang berbasis fotografi, tetapi tidak lagi mengikuti batasan-batasan fotografi konvensional. Di sisi lain, ada Agung Sukindra, Chusin Setiadikara dan Mangu Putra. Ketiganya dikenal sebagai pelukis. Namun dalam pameran ini, mereka bertiga menampilkan karya foto.
Semangat eksplorasi media diperagakan pula oleh perupa asing yang terlibat. Jung Yongsung menggunakan abu untuk melukis. Tulang cumi-cumi atau gurita merupakan salah satu media dalam karya dwimatra Yang Mikyeong. Menampilkan karya video interaktif, Jiri Kudrna menjelajahi media berbasis teknologi digital.
Pameran Metamorphosis juga menandai “metamorfosis” yang dialami oleh Tonyraka, tempat penyelenggaraan pameran ini. Tonyraka Art Gallery telah berkembang menjadi Tonyraka Art Gallery & Lounge. Galeri seni rupa yang berdiri sejak 1997 ini telah bermetamorfosis, terlahir kembali sebagai melting pot kreatif yang melebur seni, desain dan gaya hidup.
Pameran Metamorphosis disertai peluncuran buku foto tentang Tonyraka Art Gallery & Lounge. Buku ini berisi karya-karya fotografi Sjaiful Boen yang memotret wajah baru Tonyraka. NAWABALI
Pagi Nawabali…
Terimakasih atas tulisannya…kerennn, sukses Nawabali…
Cheers
Sjaiful B