Kawula pecinta musik reggae di Bali tentu tidak asing lagi dengan nama Joni Agung. Pria berewok berbadan subur ini dikenal sebagai musikus senior Bali yang setia di jalur reggae.
Boleh dibilang, Joni adalah ikon reggae Bali. Salah satu sumbangsihnya yang fenomenal adalah upaya kultural kreatif mengawinkan musik asal Jamaica itu dengan bahasa Bali. Bersama Double T, Joni memopulerkan ragam musik unik reggae mebasa Bali (reggae berbahasa Bali).
Tak heran, dalam buku Reggae: Musik, Spiritual dan Perlawanan (2008) karya Jube’, Joni dikatakan “memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan Reggae tanah air”. Ia dianggap ikut berjasa menumbuhkan jenis musik reggae pribumi dan komunitas reggae di Indonesia.
Menandai 17 tahun perjalanan bermusik mereka, Joni Agung & Double T mengeluarkan album baru bertajuk “Semara Ratih”. Inilah album ke-7 mereka. Diproduksi Pregina Showbiz Bali, CD “Semara Ratih” berisi 17 lagu baru, plus 3 lagu yang pernah dirilis di toko digital. Proses pembuatan lagu-lagu baru itu dilakukan di studio Pregina Sanur kurang-lebih satu tahun.
“Album ini sangat spesial bagi saya,” ungkap Joni ketika memperkenalkan “Semara Ratih” di Kubu Kopi, Rabu, 5 Februari. “Sudah 17 tahun saya bersama Double T. Ibarat orang, 17 tahun adalah usia memasuki masa dewasa. Judul album ‘Semara Ratih’ menyimbolkan kedewasaan perjalanan kami di dunia musik.”
Dalam acara perkenalan itu, Joni Agung & Double T membawakan beberapa lagu dari album anyar mereka. Selain Joni pada vokal, tampil pula Tilem pada bass, Rhody pada drum, D’Alit pada gitar, Turah Mayun pada kibor, dan Sandi Lazuardi pada saksofon dan trompet.
Meski tetap berbasis reggae, nuansa musik yang ditawarkan album “Semara Ratih” cukup beragam. Lagu “Pak Agus”, misalnya, diresapi suasana musik Latin. Unsur musik techno membalut lagu “ReggaeTechno”. Lagu “Bukan Aku” mengusung elemen rocksteady. Terdengar pula sentuhan world music pada lagu “Peteng di Kintamani”.
Album “Semara Ratih” makin terasa istimewa dengan keterlibatan beberapa musikus tamu. Gus Teja tampil dengan sulingnya dalam lagu “Peteng di Kintamani”. Gung Jack dari Soullast ikut bernyanyi dalam lagu “Bukan Aku”. Dewa Ayu Trias berduet dengan Joni Agung dalam lagu “Selalu Begitu”. Hadir pula Suradipa dan petikan gitar akustiknya dalam lagu “Semara Ratih”.
Joni Agung & Double T tetap konsisten mengangkat tema cinta dan isu sosial-budaya kekinian dalam lirik lagu mereka. Pesan yang mereka sampaikan dibungkus dalam kemasan yang ringan, riang dan bersahaja. Mudah dicerna, sekaligus menghibur.
Cukup mengejutkan, kali ini Joni Agung & Double T berani keluar dari citra populer mereka sebagai kelompok musik pengusung reggae mebasa Bali. Album “Semara Ratih” didominasi lagu berbahasa Indonesia. Hanya terdapat sedikit lagu berbahasa Bali.
Kebebasan kreatif menjadi alasan mereka untuk mengedepankan ekspresi dalam bahasa Indonesia. “Saya tidak mau terkungkung oleh bahasa Bali saja,” tegas Joni Agung.
Pengamat musik, I Made Adnyana, menyebut Joni Agung sebagai pemusik yang memiliki idealisme dalam bermusik. “Joni Agung punya ciri khas, tidak mau ikut arus. Dia memberi warna tersendiri pada dunia musik di Bali,” ujar pria penerima penghargaan Bali Jani Nugraha 2019 ini. NAWABALI
Leave a Reply