MISE-EN-SCENE: Sastra Membaca Alam

[adace-ad id="6771"]

 

Perupa muda Bali, Putu Sastra Wibawa, menggelar pameran tunggal karya-karya terbarunya di Langgeng Art Foundation, Yogyakarta. Bertajuk “Mise-en-Scene”, pameran ini menghadirkan lukisan dengan eksplorasi media. Sebagian besar karya dibuat pada 2019-2020.

Pameran “Mise-en-Scene” diresmikan oleh kurator senior dan dosen seni rupa ternama, Dr. Suwarno Wisetrotomo, pada 20 Maret. Dihadang situasi pandemi COVID-19, pameran ini memberlakukan protokol kewaspadaan penyebaran virus corona. Pameran berakhir pada 20 April.

Sastra, panggilan akrab Putu Sastra Wibawa, menyelesaikan studi akademisnya di Jurusan Seni Murni, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Bali dan Sastra menjadi sebuah ikatan yang sudah mengakar. Namun Sastra, seperti anak muda yang lain, memiliki keinginan untuk melakukan pembongkaran atas stereotip identitas, terutama dalam berkarya.

Karya-karya Sastra diilhami oleh alam. Sastra mengaku, sebagai seniman muda yang akrab dengan budaya digital, kedekatan dengan berbagai aplikasi visual digital membuatnya melihat dimensi lain dari konsep melukis. Melukis alam menjadi awal sebentuk eksperimen dalam perjalanan berkarya Sastra.

Eksperimen kreatif mendorong Sastra keluar dari kebiasaan melukis secara konvensional. Alam dalam dunia Sastra merupakan lanskap emosi dalam pendar warna yang terpotong, saling tumpuk dan bertabrakan, namun harmonis.

Baca Juga  NOW IS A GOOD TIME: Seni Rupa Kolaborasi dengan Penyandang Disabilitas

“Pendekatan yang dilakukan Sastra mengingatkan saya dengan konsep mise-en-scène (menempatkan di atas panggung),” ujar kurator pameran, Citra Pratiwi.

Mise-en-scène merupakan ungkapan yang memiliki arti tema visual atau cara menceritakan sebuah kisah. Konsep ini biasa digunakan untuk menggambarkan aspek cara pada proses penciptaan teater atau film.

“Seperti yang dilakukan Sastra melalui pendekatan penciptaan karyanya, di mana dia berangkat dari pecahan-pecahan kerja spontan pada kanvas. Sastra akan memecahnya kembali ke dalam potongan yang akan dia susun kembali,” papar Citra.

Proses penciptaan lukisan Sastra merupakan proses penyusunan narasi. Inilah usaha eksperimen agar karya lukis memiliki kebebasan untuk keluar dari proses utuh yang biasanya diwakili pada kanvas. Sastra memutilasi keutuhan, menyambungnya dengan lanskap lain. Dia menjajarkan, menemukan, bahkan menabrakkan dengan sengaja untuk menciptakan narasi.

Bagi Sastra, keutuhan dalam proses penciptaan lukisan tidak lagi linear dan berurutan. Proses ini merupakan mise-èn-scene dalam penciptaan karya lukis, ketika pengaturan komposisi merupakan komposisi fisik dari suatu tindakan pada kanvas.

Baca Juga  Koleksi Motor Klasik Dari Yuyu, Menambah Suasana Hati Makin Asyik

Dalam pameran ini, publik disuguhi karya lukis abstrak berbahan aluminium. Sastra tidak hanya menyuguhkan pendekatan baru atas lukisan, tetapi juga pendekatan baru mengenai lukisan abstrak.

Lukisan abstrak Sastra menghadirkan pendaran energi dan suasana liris, meski berangkat dari garis potongan yang menyerupai retakan atau pecahan. Sastra mampu bermain ganda sebagai seorang kreator. Dia seorang pelukis yang menyelam ke dalam karya, sekaligus seorang yang berjarak untuk mengarahkan karya. Sebuah cara dan kemampuan yang tidak banyak dilakukan dan dimiliki seniman.

Lukisan Sastra mencapai bentuk eksperimentasi yang otentik. Karyanya memperlihatkan daya kreasi baru. Lukisan abstrak hadir dalam kompleksitas teknik sekaligus rasa yang disusun melalui mise-en-scène. Sebuah pencapaian tersendiri dalam karier seni rupa Sastra. NAWABALI


Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *