DENPASAR – Pameran Wind Forest: Rimba Angin resmi dibuka pada Jumat 1 Desember 2023 di CushCush Gallery, Bali. Pameran ini menghadirkan karya seni layang-layang kontemporer karya Yoh Yasuda dan Kadek Armika terinspirasi dari Pulau Bali. Pameran resmi dibuka oleh Ibu Katsumata Harumi selaku Konsulat Jenderal Jepang di Bali, disertai penampilan seniman, penulis, dan penyair Ni Nyoman Sani dan penari kontemporer I Wayan Juniartha.
Di Bali, seperti banyak daerah lain di Indonesia, bermain layang-layang merupakan aktivitas menyenangkan bagi segala kalangan. Layang-layang tradisional Bali seperti Bebean (layang-layang berbentuk ikan), Janggan (layang-layang berbentuk naga), atau Pecukan (layang-layang berbentuk daun), adalah beberapa jenis layangan terkenal yang bisa ditemui di festival layang-layang setiap tahunnya. Filosofi dan dedikasi di balik pembuatan menjadikan layang-layang bagian dari tradisi pulau Bali yang menarik untuk dikupas lebih dalam.
Seniman asal Jepang Yoh Yasuda tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang budaya layang-layang di Bali, sejak belajar tentang layang-layang Indonesia di tahun 2019. Kecintaannya terhadap layang-layang sebagai salah satu eksplorasi seni terinspirasi dari daerah asal ibunya, Nagasaki, yang terkenal dengan festival layang-layang di Jepang.
Pada bulan Juli 2023 lalu, Yoh datang ke Bali untuk berpartisipasi dalam Bali International Kite Festival, dan bertemu dengan I Kadek Dwi Armika, seorang seniman dan pembuat layang-layang ternama sekaligus penyelenggara festival. Layang-layang kontemporer miliknya diciptakan sebagai pengembangan pengetahuan seputar pembuatan dan budaya layang-layang tradisional Bali, dan ia telah berpartisipasi dalam berbagai festival layang-layang internasional di penjuru dunia. Kreasi layang-layang Kadek Armika dari bahan alami memikat Yoh, dan menjadi awal mula kolaborasi keduanya.
Kesan dari kedua seniman tentang kolaborasi mereka,
“Saya sudah mengenal layang-layang daun palem dan layang-layang abstrak karya Bli Armika, namun saya pertama kali bertemu langsung dengannya di Bali International Kite Festival pada Juli tahun ini. Layang-layangnya sangat unik dan indah, jadi saya sangat senang bertemu dengannya! Saya langsung paham dengan konsep dan estetika layang-layangnya” Yoh Yasuda.
“Pertama kali saya melihat Yoh dan layang-layangnya, saya terpesona dengan karya seninya. Dia berdiri disana, seorang wanita cantik asal Jepang yang tertarik bermain layang-layang di bawah terik matahari. Sesuatu yang jarang saya lihat, hal ini menunjukkan bahwa layang-layang bersifat universal untuk semua orang dan usia.” Kadek Armika.
Yoh Yasuda dan Kadek Armika melanjutkan komunikasi mereka, kemudian Yoh kembali ke Bali pada bulan Oktober untuk belajar lebih banyak tentang budaya layang-layang Bali bersama Kadek Armika. Selama enam minggu residensi dan penelitian Yoh di Bali, serta kolaborasi dengan Kadek Armika tersebut menghasilkan pameran Wind Forest: Rimba Angin yang dipamerkan di CushCush Gallery.
Pameran ini mengeksplorasi layang-layang dari segi material dan bentuk. Penggunaan material alami dan bermain dengan angin adalah ajakan untuk lebih dekat dengan alam. Pameran ini juga merupakan bentuk respon terhadap permasalahan lingkungan hidup di Bali saat ini. Keduanya ingin membagikan bahwa layaknya menerbangkan layang-layang, segala sesuatu memerlukan keseimbangan untuk keberlanjutan hidup.
Sebagai rangkaian program publik dari pameran Wind Forest: Rimba Angin, CushCush Gallery berkolaborasi dengan LagiLagi untuk mengadakan program workshop ‘Make YOUR Own Kites’ pada tanggal 2 Desember untuk kalangan usia muda, sebagai cara bagi anak-anak untuk belajar lebih banyak tentang seni dan budaya layang-layang. Workshop ini akan difasilitasi oleh seniman Yoh Yasuda dan Kadek Armika dan diharapkan akan menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi semua pihak yang terlibat.
“CCG sangat senang bisa menjadi venue partner bagi kolaborasi yang penuh makna antara Yoh Yasuda dan Kadek Armika ini. Bersama dengan inisiatif sosial LagiLagi, kami dengan senang hati mempersembahkan lokakarya pembuatan layang-layang untuk anak-anak. Melalui sesi ini, anak-anak tidak hanya berkarya bersama para seniman, namun juga membawa pulang pesan-pesan penting tentang kepedulian terhadap lingkungan dan lebih dekat dengan budaya layang-layang lokal yang memiliki makna mendalam baik di Bali maupun Jepang.” Suriawati Qiu, co-founder CCG dan LagiLagi, menambahkan.
Pameran Wind Forest: Rimba Angin dibuka dari Senin hingga Jumat, pukul 09:00 – 17:00, Sabtu – Minggu pukul 10:00 – 17:00 dan ditutup pada hari libur nasional. Periode pameran 2 – 22 Desember 2023, tiket masuk gratis dan terbuka untuk umum. (6445)
Leave a Reply