Gerakan Literasi Dorong Guru SD Se-Bali Memahami Literasi

[adace-ad id="6771"]

PADA 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan sebuah gerakan besar, yaitu Gerakan Literasi Sekolah. Pemerintah menyadari bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi siswa dan guru. Sekolah menjadi tempat yang nyaman jika siswa dan guru serta tenaga kependidikan di sekolah membiasakan sikap dan perilaku positif sebagai cerminan insan Pancasila yang berbudi pekerti luhur, demikian juga halnya dengan lingkungan masyarakat. Pemerintah mempunyai peran penting dalam pendidikan karakter bangsa. Oleh karena itu, pemerintah bersama-sama dengan masyarakat harus ikut ambil bagian dalam gerakan ini untuk menciptakan ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berorientasi pada penumbuhan budi pekerti.

Sebagai lembaga pemerintah, Balai Bahasa Bali, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, memiliki tugas melaksanakan kegiatan literasi di daerah. Gerakan literasi sekolah yang gencar dilakukan oleh Balai Bahasa Bali dalam tiga tahun terakhir ini diharapkan mampu memberikan rangsangan bagi guru SD se-Bali untuk berkarya.

Tahun 2019 ini, Balai Bahasa Bali berupaya meningkatkan budaya literasi baca-tulis melalui kegiatan Sayembara Penulisan Bahan Bacaan Literasi Jenjang Pramembaca, Membaca Dini dan Membaca Awal – telah berlangsung pada Februari-Mei – dan penyerahan hadiah pada 24 Oktober, bersamaan dengan Diskusi Literasi: Sastra, Jati Diri, Perempuan, dan Kehidupan. Gaung literasi yang sedang dilaksanakan oleh Balai Bahasa Bali adalah kegiatan Diseminasi Komunitas Literasi Baca Tulis bagi Guru SD Se-Bali, yang dilaksanakan secara kontinu dalam 2 bulan terakhir ini, yaitu telah berlangsung mulai 23-26 September di Bangli hingga 11-14 November. Kegiatan literasi ini dilaksanakan di delapan kabupaten di Bali, dengan sasaran guru SD. Setiap kabupaten sebanyak 50 orang peserta mengikuti pelatihan literasi tingkat dasar. Dalam rentang waktu dua bulan, Balai Bahasa Bali telah menciptakan aura postitif, yaitu budaya baca-tulis bagi guru SD sebanyak 400 orang.

Tujuan kegiatan Diseminasi Komunitas Literasi Baca-Tulis bagi Guru SD Se-Bali ini adalah untuk: (1) memberikan pemahaman kecakapan literasi baca-tulis kepada guru SD untuk mendukung peta jalan Gerakan Literasi Sekolah; (2) menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah; (3) menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah; (4) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat; (5) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan; (6) menjaga keberlanjutkan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

Peta Literasi Kabupaten di Bali

Dasar pemilihan peserta kegiatan Diseminasi Komunitas Literasi Baca-Tulis bagi Guru SD Se-Bali adalah karena guru SD merupakan agen utama untuk melanjutkan materi yang diterima yang kemudian dilanjutkan kepada peserta didiknya. Dari data di lapangan, guru yang mengikuti kegiatan ini belum semuanya sadar akan pentingnya literasi baca-tulis bagi guru sendiri dan peserta didiknya.

Rangkaian kegiatan Diseminasi Komunitas Literasi Baca-Tulis bagi Guru SD diawali di Kabupaten Bangli, 23-26 September, bertempat di SDN 5 Batur, Kintamani. Dari 50 guru, belum ada satu pun yang memiliki karya, baik itu tulisan ilmiah, populer, maupun fiksi. Kegiatan kedua dalam rentetan kegiatan diseminasi ini dilaksanakan di Kabupaten Gianyar yang dimulai dari tanggal 7-10 Oktober. Di antara peserta di Kabupaten Gianyar ini, ada beberapa guru yang aktif menulis dan berkarya. Di Kabupaten Buleleng, 9-12 Oktober, diselenggarakan kegiatan literasi ketiga. Guru-guru SD di Kabupaten Buleleng memiliki semangat tinggi untuk mengikuti materi yang diberikan oleh instruktur literasi, meskipun belum ada satu pun yang memiliki karya seperti harapan Balai Bahasa Bali. Kegitan literasi keempat dilaksanakan di Kabupaten Karangasem pada 14-17 Oktober 2019. Secara umum, para peserta – yang sebagiannya adalah kepala sekolah – sangat antusias dan menyambut baik kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai Bahasa Bali ini.

Di Tabanan, 16-19 Oktober, kegiatan literasi kelima dilaksanakan oleh Balai Bahasa Bali. Kendala di Kabupaten Tabanan adalah peserta umumnya guru agama, bukan guru kelas yang sedikit-banyak memahami penerapan gerakan literasi sekolah. Kegiatan literasi keenam dilaksanakan di Kabupaten Jembrana pada 23-26 Oktober. Guru di Kabupaten Jembara sebagian besar sudah memahami tugas sebagai guru sekaligus pegiat literasi. Ada beberapa guru yang sudah menerbitkan karya, baik fiksi maupun nonfiksi, dengan penerbit di luar Bali. Kegiatan literasi ketujuh dilaksanakan di Kabupaten Klungkung, 29 Oktober – 1 November. Peserta guru di Kabupaten Klungkung terkategori aktif dan sangat antusias mengikuti kegiatan diseminasi ini. Ada satu guru yang sudah menerbitkan karya sastra, dan buku tersebut digunakan sebagai bahan ajar di sekolah karena SD tempatnya mengajar sangat terpencil dan kekurangan bahan bacaan serta kekurangan siswa. Kegiatan literasi kedelapan dan terakhir dilaksanakan pada 11-14 November di Kabupaten Badung.

Gerakan literasi sekolah ini dinilai sangat bermanfaat untuk guru SD sebagai bekal, model dan pembiasaan budaya literasi baca-tulis di sekolah. Seharusnya guru lebih aktif menulis sebagai uji kemampuan dan kemahiran guru dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan berguna untuk kemajuan peserta didiknya. Untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0, sudah selayaknya guru menyiapkan diri dengan menguasai kecakapan dasar literasi.

Baca Juga  Ritual Memohon Dijauhkan dari Wabah dan Bencana saat Prosesi Nangluk Merana di Desa Adat Kuta

Membangun Budaya dan Kecakapan Literasi di Sekolah

Sejak digaungkan Gerakan Literasi Nasional (GLN), semua elemen yang berkecimpung di dunia pendidikan wajib ikut serta menyukseskan program tersebut. Kemendikbud, termasuk Balai Bahasa Bali, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, juga mendukung upaya meningkatkan budaya literasi di Indonesia melalui program Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Gerakan Literasi Masyarakat (GLM) dan Gerakan Literasi Keluarga (GLK). Gerakan ini merupakan upaya untuk menyinergikan semua potensi dan memperluas keterlibatan publik dalam menumbuhkan, mengembangkan dan membudayakan literasi di Indonesia. GLN akan dilaksanakan secara masif, baik dalam ranah keluarga, sekolah, maupun masyarakat di seluruh Indonesia.

Sebagai UPT Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Balai Bahasa Bali pun memiliki peran serta dalam mendukung keberhasilan GLN. Hal ini sesuai dengan tujuan umum GLN, yaitu menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan yang dimulai dari keluarga, sekolah dan masyarakat dalam rangka pembelajaran sepanjang hayat sebagai wujud untuk meningkatkan kualitas, keterampilan dan kecakapan hidup. Berdasarkan pendapat tersebut, sebagai bahan bacaan guru SD yang mengikuti kegiatan Diseminasi Komunitas Literasi Baca-Tulis yang dilaksanakan oleh Balai Bahasa Bali, perlu disampaikan materi berkaitan tentang Gerakan Literasi Nasional, yang lebih khusus Gerakan Literasi Sekolah (ekosistem sekolah, peran kepala sekolah, peran guru, sarana dan prasana, dan siswa) serta bagaimana cara yang tepat mengelola pojok baca-tulis.

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan gerakan literasi yang aktivitasnya banyak dilakukan di sekolah dengan melibatkan siswa, pendidikan dan tenaga kependidikan, serta orang tua. GLS dilakukan dengan menampilkan praktik tentang literasi dan menjadikannya sebagai kebiasaan serta budaya di lingkungan sekolah. Untuk dapat mengembangkan Nawacita, diperlukan pengembangan strategi pelaksanaan literasi di sekolah yang berdampak menyeluruh dan sistemik. Dalam hal ini, sekolah: (1) sebaiknya tumbuh sebagai sebuah organisasi yang mengembangkan warganya sebagai individu pembelajar; (2) perlu memiliki struktur kepemimpinan yang juga terkait dengan lembaga lain di atasnya, serta sumber daya yang meliputi sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana; dan (3) memberikan layanan pendidikan dalam bentuk pembelajaran di dalam kelas dan berbagai kegiatan lain di luar kelas yang menunjang pembelajaran dan pendidikan.

Jadikan Kegiatan Baca-Tulis Menyenangkan

Peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu menjadi syarat penting ketika GLN dilaksanakan. Hingga saat ini, sumber belajar bermutu yang berupa bahan bacaan masih kurang, baik dari segi jumlah, subjek dan jenis bacaan, maupun kualitas bacaan. Bahan bacaan yang tersedia tidak banyak pilihan, monoton pada tema-tema tertentu saja, dan tidak sesuai pula dengan jenjang kebutuhan pembaca. Sumber belajar yang berkualitas dan memadai masih dipandang kurang, mengingat luas wilayah dan jumlah penduduk Indonesia. Pengembangan bahan bacaan literasi dalam bentuk digital merupakan pilihan yang tepat (unduh di laman badanbahasa.kemdikbud.go.id).

Sumber belajar yang kaya dan beragam memberikan keleluasaan bagi pelaku literasi untuk mengakses, memanfaatkan dan mengembangkan kegiatan literasi. Langkah yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam rangka menyukseskan GLS adalah peningkatan jumlah dan ragam sumber bacaan yang bermutu. Peningkatan tersebut dimaksudkan meliputi (1) penyediaan bahan bacaan nonpelajaran yang beragam; (2) penyediaan alat peraga dan mainan edukatif yang mendukung kegiatan literasi; (3) penyediaan bahan belajar literasi dalam bentuk digital; dan (4) program menulis buku bagi siswa, guru dan tenaga kependidikan.

Pembiasaan budaya membaca dan menulis menyenangkan dapat dilakukan dengan menawarkan bahan bacaan kepada siswa untuk memilih buku yang akan dibaca. Pada tahap awal, siswa diajak membaca tanpa ditarget harus selesai tuntas. Sejalan dengan gerakan membaca 10-15 menit sebelum mulai pelajaran, guru wajib memberi pemodelan atau contoh. Biarkan siswa membaca apa yang disukainya atau sekadar melihat gambar-gambar dalam buku yang dibacanya. Bagi siswa yang sudah lancar membaca, guru dapat arahkan untuk melihat daftar isi buku. Kemudian, siswa disuruh memilih subjudul yang menarik untuk dibaca. Langkah tersebut bertujuan agar siswa tidak terbebani ketika harus membaca satu buku. Jika siswa selesai membaca satu subjudul menarik, tentunya akan timbul rasa penasaran. Pada akhirnya, siswa akan membaca keseluruhan isi buku. Lakukan pembiasaan ini sampai siswa tertarik membaca buku secara keseluruhan.

Literasi Berimbang

Literasi berimbang merupakan pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan memahami dan menghasilkan informasi. Istilah ‘berimbang’ mengacu pada pandangan bahwa siswa belajar menjadi pembaca yang memerlukan berbagai kesempatan berbeda untuk belajar. Keseimbangan diperoleh melalui gabungan berbagai strategi pembelajaran dengan tujuan menghasilkan pembelajar yang kompeten dan literat.

Kelompok kegiatan membaca memberikan waktu bagi siswa untuk membaca dengan bimbingan guru/pendamping yang juga cinta membaca, mempunyai kesempatan untuk berbicara dan menulis tentang teks yang dibaca, dan mendapatkan bimbingan eksplisit tentang keterampilan dan strategi untuk menjadi pembaca yang baik. Siswa yang masih mengalami kesulitan membaca perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan membaca bersama dan membaca nyaring. Siswa juga membutuhkan kesempatan untuk belajar dari komponen lain dalam literasi berimbang, terutama komponen menulis. Mereka perlu belajar tentang aturan bahasa tulis, misalnya ejaan, tata bahasa dan tanda baca. Siswa juga perlu belajar tentang kosakata, baik maknanya maupun ejaannya. Selain itu, siswa perlu dipaparkan pada karya sastra dalam bentuk yang sederhana melalui kegiatan membacakan nyaring dan berbincang tentang buku.

Baca Juga  “Wind Forest : Rimba Angin”, Pameran Layang-Layang Kontemporer oleh Yoh Yasuda dan Kadek Armika

Dalam literasi berimbang, guru diharapkan menyediakan waktu untuk membacakan cerita/buku beberapa kali dalam seminggu. Tak kalah pentingnya adalah kesempatan untuk membaca berbagai jenis teks terkait dengan bidang studi dan bagaimana mengembangkan strategi pemahaman berbagai teks tersebut. Secara singkat, literasi berimbang memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, mengembangkan kompetensi semua siswa dengan memanfaatkan berbagai bahan ajar, sarana dan strategi. Kedua, menekankan perkembangan bahasa lisan, kemampuan berpikir dan berkolaborasi sebagai dasar pembelajaran literasi. Ketiga, menggunakan asesmen formatif sebagai panduan pembelajaran dan untuk menentukan tingkat dukungan yang perlu diberikan kepada siswa. Keempat, memberikan instruksi yang eksplisit untuk keterampilan memecahkan masalah dan berpikir strategis. Kelima, memberikan waktu khusus tanpa interupsi untuk pembelajaran literasi. Keenam, memenuhi kebutuhan pembelajaran dan literasi secara individu.

Aspek yang diukur dalam penilaian keberhasilan Gerakan Literasi Sekolah adalah sebagai berikut. Pertama, input: ketersediaan sumber daya pendukung kegiatan literasi, baik di dalam maupun luar sekolah yang meliputi lingkungan fisik dan sosial sekolah; sarana prasarana; tenaga; dana; dan sistem/tata kelola (regulasi, sistem aplikasi, dll.). Kedua, proses: kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan kemampuan literasi yang dilaksanakan di dalam kelas, di luar kelas (budaya/pembiasaan), dan pemanfaatan sumber-sumber belajar di masyarakat. Kegiatan mencakup intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

Untuk output: capaian literasi siswa dalam bentuk skor capaian, hasil karya siswa, prestasi siswa dalam berbagai lomba dan lain-lain. Sumber data bisa berasal dari sumber data primer dan sumber sekunder. Sumber primer diperoleh dari pihak sekolah, terutama dari kepala sekolah, guru, wali murid dan komite sekolah. Sumber sekunder bisa diperoleh dari berbagai hasil survei dan kajian tentang capaian literasi, seperti skor PISA, skor PIRLS, skor TIMSS, skor INAP, nilai Ujian Nasional (UN), skor Uji Kompetensi Guru (UKG), angka melek huruf, dan lain-lain. Kegiatan literasi masyarakat diwujudkan melalui membangun pengetahuan dan belajar bersama di masyarakat, dan diharapkan dapat melahirkan dan menumbuhkan simpul-simpul masyarakat yang mempunyai kemampuan literasi.

Ada beberapa cara untuk memilih buku bacaan untuk siswa SD. Pertama, buku pengayaan memiliki elemen cerita, ilustrasi, dan bahasa yang ditulis untuk menarik minat peserta didik. Kedua, buku pengayaan tersedia dalam berbagai topik dan tema yang dapat didiskusikan dengan peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir mereka. Ketiga, buku pengayaan memiliki elemen cerita yang dapat meningkatkan apresiasi peserta didik terhadap sastra. Keempat, buku pengayaan dapat menjadi model untuk mengembangkan kemampuan menulis kreatif, baik dalam genre fiksi maupun nonfiksi.

Literasi Guru Perlu Diwadahi

Fasilitator literasi merupakan ujung tombak gerakan literasi yang membantu dan mendorong masyarakat Indonesia dalam menumbuhkembangkan budaya literasi pada ekosistem pendidikan. Pada ranah sekolah, fasilitator literasi terdiri atas kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pengawas serta komite sekolah. Peran fasilitator literasi sangat strategis dalam meningkatkan budaya literasi. Untuk mewujudkan GLS yang sesuai harapan sekolah, perlu didukung dengan kegiatan sebagai berikut. Pertama, pelatihan guru dan tenaga kependidikan dalam menerapkan literasi pada pembelajaran. Kedua, pelatihan guru dan tenaga kependidikan dalam pembuatan mainan edukatif berbasis literasi. Ketiga, perlu dibentuk forum diskusi bagi warga sekolah untuk mengembangkan kegiatan literasi dan meningkatkan kemampuan berliterasi.

Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: (1) hasil diskusi sastra diharapkan dapat memfasilitasi peningkatan kecakapan, keterampilan dan kemampuan literasi dasar bagi guru SD di Provinsi Bali; (2) model lokakarya literasi baca-tulis yang di dalamnya ada materi penumbuhan penguatan pendidikan karakter diharapkan makin tinggi kepedulian dan kepekaan dalam menciptakan lingkungan literasi di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat; dan (3) rancangan kegiatan ini dapat dijadikan rekomendasi kebijakan Balai Bahasa Bali dan Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan terkait dengan pengklasifikasian dan pendataan guru SD di Provinsi Bali sebagai bentuk kegiatan fasilitasi peningkatan pemahaman literasi baca-tulis di lingkungan sekolah; dan (4) kegiatan ini diharapkan guru mampu menjadi garda depan untuk menumbuhkan budaya literasi baca-tulis, baik berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat.

Selain itu, Balai Bahasa Bali, Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, juga akan memperkenalkan fasilitasi Gerakan Literasi Sekolah berupa safari kegiatan Diseminasi Komunikasi Literasi Baca-Tulis di Provinsi Bali dengan sasaran guru di semua jenjang pendidikan. Hasil keluaran yang diharapkan untuk ekosistem pendidikan yang literat adalah lingkungan yang (1) menyenangkan dan ramah peserta pendidik sehingga menumbuhkan semangat warganya dalam belajar; (2) semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama; (3) menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahauan; (4) memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya; dan (5) mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan eksternal SD.

Baca Juga  Ecologic Nusa Penida: Prosesi Pemujaan Hidup di Altar Kehidupan

Peningkatan Pelibatan Publik

Pelaksanaan gerakan literasi di semua satuan pendidikan melibatkan semua pemangku kepentingan yang meliputi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pada lingkup eksternal Kemendikbud, pihak-pihak yang dapat terlibat adalah perguruan tinggi, Perpusnas, IKAPI, lembaga donor dan lain-lain. Gerakan Literasi Nasional juga memerlukan keterlibatan unsur masyarakat, seperti lembaga masyarakat di bidang pendidikan, perpustakaan masyarakat, taman bacaan masyarakat dan para tokoh masyarakat. Selain itu, dunia industri pun dapat dilibatkan dalam gerakan ini melalui pengimplementasian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility).

Untuk peningkatan pelibatan publik, sekolah perlu melakukan langkah-langkah berikut ini. Pertama, pelaksanaan sesi diskusi dengan tokoh atau pegiat berbagai bidang literasi mengenai pengalaman dan pengetahuan mereka terkait dengan bidang yang mereka kuasai. Kedua, pelaksanaan festival atau bulan literasi yang melibatkan pakar, pegiat literasi dan masyarakat umum. Ketiga, pelibatan BUMN dan DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) dalam pengadaan bahan bacaan dan kegiatan literasi di sekolah.

Aktivitas literasi saat ini telah populer di masyarakat dan sekolah. Seorang pendamping literasi bermitra dengan guru, tenaga kependidikan, pegiat literasi dan pemangku kepentingan lainnya untuk pembelajaran literasi yang tertanam dalam aktivitas pekerjaan. Penanaman literasi dalam aktivitas pekerjaan akan meningkatkan refleksi guru/pendidik/pegiat terhadap siswa/anak/masyarakat, silabus, materi, program dan pedagogi untuk tujuan pengambilan keputusan dalam mengelola pengetahuan dan informasi yang lebih efektif, efesien dan tepat.

Pendampingan merupakan kemitraan dan kolaborasi yang sederajat. Ketika seorang guru menjadi pendamping literasi, dia tidak berperan untuk memberikan pelajaran kepada guru lainnya, tetapi berperan sebagai fasilitator. Pelaksanaan pendampingan dilaksanakan secara bersama dalam sinkronisasi, mengarahkan proses dan upaya saling mendukung. Pendampingan bermuatan beragam program literasi dengan topik dan praktik literasi yang efektif dan tepat. Saat pendampingan, tidak lagi dibicarakan tentang “pengembangan profesional”, karena “pengembangan” terdengar seperti sesuatu yang hanya dilakukan dalam peningkatan kemampuan personal guru/pendidik/pegiat.

Selain kemampuan dasar literasi, yaitu membaca dan menulis sebagai inti program, pendampingan literasi juga menempatkan kecakapan literasi lain dalam silabus pendampingan literasi secara nasional. Program membaca dan menulis sebagai inti di setiap ranah juga diikuti dengan ketersediaan panduan, modul dan bahan bacaan. Terdapat materi utama sebagai dasar pendampingan dan materi pendukung yang disesuaikan dengan target pendampingan, kondisi sosial, kondisi geografis, dan perkembangan teknologi yang ada di tingkat lokal. Pendampingan yang dilakukan dengan baik diharapkan dapat menghasilkan prestasi siswa/anak/masyarakat yang lebih besar. Usulan silabus pendampingan literasi dibagi atas beberapa tingkatan input, proses, output, dan mencakup metodologi; aspek pembelajaran; bahan bacaan; teknologi pendukung; partisipasi, kolaborasi yang bisa diberikan kepada guru, kepala sekolah, pustakawan, pengawas/penilik, pegiat literasi/komunitas literasi, pengelola TBM/Perpustakaan Komunitas, budayawan/sastrawan, wartawan, relawan orang tua, dan sebagainya.

Bentuk aktivitas pendampingan literasi meliputi: (1) program regular/rutin pendamping literasi GLN; (2) program rekrutmen pendamping literasi GLN; (3) program pendidikan pendamping literasi GLN; (4) program peningkatan kapasitas tematik pendamping literasi GLN; (5) pelatihan calon fasilitator GLN di sekolah; (6) workshop pendamping literasi GLN; (7) Diskusi Kelompok Terpumpun pendamping literasi GLN; dan (8) peer group pendamping literasi GLN. Sementara itu, bentuk-bentuk produk pendampingan literasi di antaranya: (1) Peta Jalan GLN; (2) Modul Panduan GLN; (3) Modul dan Pedoman Pelatihan Calon Fasilitator; (4) Modul Pedoman dan Evaluasi GLN; (5) Modul Literasi Baca-Tulis; (6) Modul Literasi Numerasi; (7) Modul Literasi Sains; (8) Modul Literasi Finansial; (9) Modul Literasi Digital; dan (10) Modul Budaya dan Kewargaan.

Balai Bahasa Bali telah merekrut instruktur literasi yang telah mengikuti literasi yang dilaksanakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan. Pengajar literasi dari penggiat literasi, baik berasal dari penyuluh bahasa Indonesia (Balai Bahasa Bali), komunitas literasi masyarakat, dosen, guru maupun sastrawan di Bali. Tuntutan pendidikan untuk menghasilkan pemelajar sepanjang hayat yang mampu menyesuaikan diri dengan Revolusi Industri 4.0 tidak dapat dielakkan lagi. Sekolah membantu siswa meningkatkan kompetensi mereka melalui pembiasaan sederhana yang dilakukan secara rutin setiap hari, yaitu kegiatan 15 menit membaca. Kegiatan sederhana, seperti membaca nyaring, membaca bersama, membaca mandiri, membaca terpandu, membaca bergilir dan membaca bertema dapat berdampak besar apabila dilakukan dengan konsisten dan berkelanjutan. Harapan ke depan, kegiatan Diseminasi Komunitas Literasi Baca-Tulis bagi Guru SD Se-Bali akan terus dilaksanakan dan menyasar semua guru di Provinsi Bali.

 

PUJI RETNO HARDININGTYAS, peneliti sastra di Balai Bahasa Bali.

 


Bagikan

2 Comments

  1. Desak Nyoman Sukerni, SPd. SD. Balas

    Kami bersyukur dapat mengikuti
    *Desiminasi Literasi*sehingga kami tahu sedikit ttg pengetahuan literasi.

    1. Puji Retno Hardiningtyas Balas

      Terima kasih Bu Desak, saya bangga kepada ibu, setelah mengikuti kegiatan Diseminasi Lliterasi, ibu Desak langsung praktik baik literasi di sekolah, bagaimana membangkitkan semangat anak-anak membaca 15 menit sebelum mulai pelajaran (kalau bisa wajibkan anak-anak membaca minimal 1 buku yang disukai atau arahkan buku fiksi/sastra atau non-fiksi). Selain itu, Bu desak juga sudah praktik baik pojok baca, pohon literasi, dan ditunggu aksi baik literasi lainya ibu desak. Jika ada unek-unek tentang pembelajaran sastra silakan tulis dan bisa dikirim ke media nawabali.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *