Ida Ayu Ketut Sepmiyani: Merawat Keindahan Sesaji Bali

 

Banyak hal menarik tentang bagaimana masyarakat Bali mengelola upacara dalam kehidupan manusia Hindu di Pulau Dewata. Salah satunya adalah seni pembuatan sampian, rangkaian janur untuk sesaji upacara Hindu-Bali.

Selain indah, sampian Bali mengandung kedalaman makna. “Sampian memiliki filosofi tinggi dalam setiap upacara di Bali,” kata Ida Ayu Ketut Sepmiyani, perempuan Bali yang akrab dipanggil Gek Tut.

Gek Tut adalah seorang sarjana hukum adat yang mahir membuat sampian. Beragam kejuaraan merangkai janur telah disabetnya. Alumnus Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar ini juga piawai melantunkan kidung dan kakawin Bali.

Ida Ayu Ketut Sepmiyani

Menurut Gek Tut, membuat sampian bukanlah keterampilan sembarangan. Pembuat sampian  harus memiliki ketekunan dan selera keindahan yang tinggi.

“Perlu latihan yang sungguh-sungguh. Harus berani terluka tangannya. Kreasi dan inovasi itu lahir dari ketekunan dan keseriusan belajar. Beragam teknik hias harus dikuasai agar hasilnya menarik dan enak dilihat,” papar Gek Tut di Griya Beraban Denpasar sambil memperlihatkan sejumlah foto beragam sampian karyanya.

Baca Juga  Citarasa Nusantara Sajian dari Talaga Sampireun di Kuta Bali

Dalam pandangan Gek Tut, generasi muda Bali saat ini kurang menaruh perhatian pada seni pembuatan sampian. Derasnya perkembangan teknologi dan pengaruh media sosial mulai menggerus minat mereka untuk belajar membuat sampian dan memahami filosofi di baliknya. Padahal, manusia Bali sesungguhnya dilahirkan dengan membawa gen kreatif, inovatif dan artistik yang tidak pernah kering.

Gek Tut percaya, manusia Bali dianugerahi kekayaan ide kreatif. Bahkan daun dan bunga kering pun bisa dibuat menjadi produk yang cantik dan bermanfaat oleh orang Bali.

“Budaya Bali itu sangat fleksibel. Inovasi dan kreasilah yang membuat tradisi Bali terlihat indah. Selalu ada yang baru. Selalu ada yang mengejutkan,” papar perempuan kelahiran 1 September 1965 ini serius.

Karena kecintaan pada seni metetuasan (memotong daun untuk mendapatkan suatu bentuk), Gek Tut senang membagikan keahliannya kepada generasi muda. Ia berharap generasi muda tetap merawat keterampilan pembuatan sesaji yang indah dipandang mata.

Metetuasan harus dilakoni dengan cinta. Seni metetuasan akan memperlihatkan hasil jika dilakukan sepenuh perasaan. Hasil kreasi janur yang dirangkai untuk upacara akan maksimal. Orang lain yang memandang karya kita akan takjub, dan kita yang membuatnya juga bahagia. Masak kita suka pakai baju baru dengan beragam model, sementara alat dan hiasan untuk persembahan kepada Tuhan tidak cantik dan fashionable?” pungkas Gek Tut sambil bergurau. NAWABALI


Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *