Sejak dua tahun lalu, para pedagang di Bali tidak lagi menyediakan tas plastik untuk barang belanjaan. Pembeli harus membawa tas sendiri. Peraturan resmi mengharuskan itu.
Pada 2018, Gubernur Bali dan Wali Kota Denpasar sama-sama mengeluarkan peraturan yang membatasi penggunaan plastik sekali pakai. Tujuannya, tentu saja, untuk mengurangi sampah plastik yang kini menjadi masalah global.
Gerakan pengurangan sampah plastik itu ditangkap sebagai peluang bisnis oleh Gusti Ayu Made Ratna Dewi. Ibu dua anak ini berpikir, kalau tas plastik dibatasi karena mencemari lingkungan, tentu harus ada penggantinya yang ramah lingkungan.
Ayu pun memproduksi tas belanja yang ramah lingkungan dan modis berlabel Gaya Saraswati. Bahannya dari kain. Antara lain, kanvas, baby canvas, blacu dan dril.
Ayu memang peduli dengan masalah lingkungan. Perempuan kelahiran Gianyar, 17 Mei 1993, ini tergabung dalam komunitas peduli lingkungan, Griya Luhu, Gianyar. Ide untuk membuat tas belanja yang ramah lingkungan bersemi dari berbagai edukasi di komunitas itu tentang bahaya sampah plastik.
Bermodalkan hobi jahit-menjahit dan mendesain, Ayu awalnya membuat tas untuk kebutuhan dirinya sendiri. Sarjana ekonomi UNHI ini senang menggunakan tas belanja sederhana dari kain.
Karena tas bikinannya tampak cantik, teman-teman Ayu kemudian mulai minta dibuatkan. Lama-kelamaan produksi tasnya menjadi berkembang.
Untuk memikat pasar, Ayu memproduksi tas belanja dengan beragam desain. Tas yang dikenal dengan sebutan goodie bag atau tote bag itu dibikin agar kuat menampung banyak barang, namun modelnya tetap menarik. Fungsional, tapi bergaya.
Tas belanja buatan tangan yang diproduksi Ayu ternyata mendapat sambutan bagus dari pasar. Dari lapak ke lapak yang dibukanya di acara bazar seperti Soul of Nusa Dua, Sanur Fiesta dan Denpasar Festival, goodie bag dan tote bag Ayu selalu laris-manis. Tas bikinannya digandrungi ibu-ibu maupun remaja kekinian.
Meski banyak permintaan, Ayu mengaku belum mampu memproduksi tas secara massal dan cepat. Produksi tasnya masih menggunakan peralatan sederhana dan tenaga yang terbatas. Selain itu, Ayu lebih mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas.
Ada pula kendala lain. “Bahan yang kami pakai untuk tas yang harganya terjangkau justru harus kami ambil dari luar Bali. Kemudian, bagi sebagian orang, goodie bag adalah tas sepele. Harganya kadang ditawar serendah mungkin, terutama oleh yang ingin membeli dalam jumlah besar. Konsumen kadang tidak paham kualitas, sehingga menawar dengan harga murah,” papar Ayu.
Ayu berharap, penerimaan masyarakat terhadap tas belanja pakai-ulang (reuse) bisa sedikit meringankan bumi dari problem sampah plastik, khususnya di Bali. Ia mengaku bahagia ketika goodie bag semakin dikenal dan diminati. Munculnya kebiasaan membawa tas belanja sendiri, terlebih dari bahan ramah lingkungan, merupakan perubahan yang baik untuk bumi.
Saat ini produk Gaya Saraswati (IG: gaya_saraswati) tidak hanya tas belanja. Perusahaan Ayu juga membuat tas bahu, tas tangan, serta pakaian dari endek, batik dan tenun. Namun semuanya berawal dari idealisme untuk meminimalkan penggunaan tas plastik. Tas belanja ramah lingkungan merupakan titik awal dari kiprah kreatif Ayu di dunia industri kecil.
Kini Ayu sedang menyiapkan desain tas dengan lukisan tangan dan kombinasi bambu serta rotan. Ia sangat berharap tas Gaya Saraswati tampil menjadi produk khas Bali dan Indonesia.
Ayu juga sedang menyiapkan sistem untuk bekerja sama dengan penyandang disabilitas. Ia ingin membekali mereka dengan kemampuan menjahit dan sarana pemasaran produk. Ayu berniat merangkul perempuan difabel agar mereka bangkit dan berkarya.
Pendek kata, Ayu bercita-cita agar bisnisnya bisa membuka pintu rezeki banyak orang. Bisa membantu perekonomian banyak keluarga. Ia bertekad mendampingi para perempuan Bali agar mereka memiliki keterampilan dan kemandirian yang bermanfaat untuk membangun masa depan. NAWABALI
Bagaimana dpt hubungi Ayu soal buat tas ? Terima kasih